Rabu, 26 Januari 2011

“Pembangunan Kota Solo anarkistis ?"

ilustrasi pembangunan pasar Ngarsapura/foto:Dok
Solo (Espos)–Pembangunan Kota Solo sering mengalahkan hajat hidup orang banyak. Pembangunan yang dilaksanakan Pemkot cenderung bersifat anarki. Parameter pembangunan sering tak selaras dengan kepentingan keadilan sosial.
Hal tersebut diungkapkan anggota Komunitas Rangga Winter, Setyawan, sebelum dimulai acara  forum obrolan di Wisma Seni Taman Budaya Surakarta (TBS), Sabtu (22/1).
Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dinyatakan meningkat, tetapi kenyataannya kemiskinan tetap meluas. Renovasi pasar menimbulkan banyak keluhan dari pedagang. Mereka mengeluhkan sulitnya menarik pelanggan baru setelah direlokasi atau direnovasi.
Apalagi saat direlokasi ke tempat yang baru, mereka butuh waktu lama untuk menarik pelanggan. Akhirnya banyak kios di dalam pasar yang tutup karena dagangan tidak laku.
Fakta ketimpangan pembangunan juga terlihat dari jam berjualan di pasar tradisional yang hanya enam jam, sedangkan pasar modern sebagian besar buka 24 jam.
Jika pembangunan Kota Solo hanya ditujukan untuk keindahan kota tidak akan menguntungkan rakyat. “Kunci pembangunan sebenarnya telah tercantum dalam sila keempat Pancasila. sebaiknya membicarakan konsep pembangunan dengan masyarakat. Tidak sekadar kebijakan di belakang meja. Misalnya, railbus, nantinya berdampak pada moda transportasi lain dan itu belum dibicarakan,” ungkap budayawan dan sneiman Ki Jlitheng Suparman, saat ditemui wartawan dalam kesepatan yang sama.
Ia menambahkan, semestinya prioritas pembangunan adalah ekonomi kerakyatan. Ada keterbukaan dengan masyarakat tentang perencanaan pembangunan, sehingga rakyat bisa mengontrol kebijakan tersebut.
“Pembangunan yang bersifat anarki memang bukan semata-mata kesalahan Pemkot Solo saat ini. Sejak dulu, hal tersebut sudah ada. Kami yakin, Walikota Joko Widodo  mampu mengubah konsep pembangunan sebelum terlambat. Tinggal menengok kembali pada Pancasila sebagai penunjuk arah, karena pancasila tidak pernah berubah dan bisa menjadi pegangan yang kuat,” paparnya.
Forum obrolan diikuti oleh mahasiswa, seniman, budayawan, aktivis LSM serta birokrat. Forum bertujuan menjadi pengontrol kebijakan pembangunan kota. Dengan forum tersebut, peserta diajak berpikir jernih dalam menyikapi semua persoalan terkait pembangunan Kota Solo.....

dikutip dari solo pos....

0 komentar:

Posting Komentar